Masyarakat Batak di Sumatera Utara dikaitkan dengan budaya menulis yang khas, dengan manuskrip yang ditulis pada berbagai bahan organik, terutama kulit pohon, bambu dan tulang. Yang paling khas adalah buku kulit kayu yang dikenal sebagai pustaha , ditulis pada potongan kulit pohon alim (Aquilaria malaccensis), yang dilipat seperti konsertina, dan kadang-kadang dilengkapi dengan sampul kayu, yang dapat dihias dengan indah. Mungkin karena penampilannya yang menarik, manuskrip Batak ditemukan di lebih banyak perpustakaan dan museum di Inggris daripada manuskrip dalam bahasa Indonesia lainnya. Pustaha Batak dalam aksara Simalungun, berisi teks tentang ramalan dengan menggunakan seekor ayam yang diletakkan di bawah keranjang setelah kepalanya dipenggal. Ketika tidak lagi bergerak, datu (ahli sihir) mengangkat keranjang dan mengamati posisinya. British Library, MSS Batak 10. Istilah ‘Batak’ mencakup sejumlah kelompok bahasa yang berbeda, yang paling menonjol adalah kelompok selatan Toba, Angkola dan Mandailing, dan kelompok utara Karo dan Dairi-Pakpak, dengan Simalungun umumnya dianggap sebagai kategori terpisah. Alfabet Batak, yang ditulis dari kiri ke kanan, terkait dengan aksara Indonesia lainnya yang semuanya berasal dari India, termasuk Lampung, Rejang dan rencong di Sumatera Selatan, Bugis dan Makassar di Sulawesi, serta Jawa dan Bali. Teks ramalan Batak dalam aksara Batak Karo, diukir pada wadah bambu. British Library, Or. 16736.
Dalam masyarakat Batak karya sastra mulai dari mitos dan legenda hingga sejarah disusun dan disampaikan secara lisan. Penggunaan tulisan dibatasi untuk tujuan tertentu: untuk ratapan dan surat, yang umumnya dipahat pada bambu, dan untuk mencatat pengetahuan esoteris datu , dukun atau tabib, dalam buku kulit pohon yang disebut pustaha (Kozok 2009: 15). Di semua daerah Batak, buku kulit pohon ditulis dalam bahasa misterius yang cukup seragam yang disebut hata poda , bahasa pengantar. Pokok bahasannya meliputi sihir pelindung atau ‘putih’, yang meliputi pengobatan dan jimat dan jimat, sihir penghancur atau ‘hitam’, dan ramalan.  Pustaha dapat mencatat nama penulis atau datu dari siapa pengetahuan itu dipelajari, tetapi nama-nama itu tidak pernah diberi tanggal, dan oleh karena itu tahun perolehan oleh perpustakaan atau museum sering kali menjadi satu-satunya panduan yang dapat diandalkan untuk menentukan tanggal buku kulit pohon Batak.
British Library menyimpan sebuah pustaha , Add. 4726, yang dipersembahkan ke British Museum oleh Alexander Hall pada tahun 1764, menjadikannya buku Batak tertua yang diketahui telah masuk ke dalam koleksi Eropa. Manuskrip ini terdiri dari 18 lipatan kulit pohon dan dua sampul kayu, dan baru saja didigitalkan sepenuhnya dan dapat dibaca di sini , dan dengan mengklik hyperlink di bawah gambar. Manuskrip Batak pada peramal lemon ( panampuhi ), dalam aksara Batak Toba. Pada halaman pertama tertulis: Ompoo Nee Ha ee doo pun / Harryen Soocoonya / Punnampoo Hee menulis ini / saksi Raja Muntaggar , sementara teks Batak menjelaskan bahwa ‘ini adalah instruksi dari kakekku … Haidupan yang tinggal di Poriaha, seorang pria dari marga Haraan’. British Library.
Sampul kayu pustaha Batak . British Library, Add. 4726. Naskah ini berisi teks peramal lemon ( poda ni panampuhi ), dengan instruksi tentang cara mengetahui dari cara dua ujung lemon yang diiris jatuh ke dalam semangkuk air apakah calon kekasih cocok atau tidak, atau untuk meramalkan hasil perang. Teks ditulis dari kiri ke kanan sejajar dengan lipatan buku, dengan tinta hitam dengan pena yang terbuat dari ranting ( tarugi ) yang ditemukan di serat pohon aren (Arenga saccharifera). Teks dimulai dengan dan diselingi dengan judul bagian dekoratif yang disebut bindu , dan mencakup beberapa gambar dengan tinta hitam. British Library menyimpan 32 naskah Batak, termasuk 28 pustaha , yang semuanya dijelaskan dalam katalog yang diterbitkan (Ricklefs, Voorhoeve & Gallop 2014). Kozok (2009: 15) memperkirakan antara satu hingga dua ribu pustaha yang dikenal saat ini, terutama disimpan di koleksi Belanda dan Jerman, serta di Perpustakaan Nasional Indonesia di Jakarta, termasuk 31 eksemplar panampuhi , lemon oracle. Bacaan lebih lanjut: Uli Kozok, Surat Batak: sejarah perkembangan tulisan Batak . Jakarta: EFEO & KPG, 2009. Uli Kozok, ‘Kulit kayu, tulang dan bambu: Tradisi Batak Sumatera’, hal.231-246 dalam: Iluminasi: tradisi penulisan Indonesia , ed. oleh Ann Kumar dan John H. McGlynn. New York: Bukit Cuaca; Jakarta: Yayasan Lontar, 1996. Annabel Teh Gallop bersama Bernard Arps, Golden Letters: tradisi menulis Indonesia . London: Perpustakaan Inggris; Jakarta: Yayasan Lontar, 1991; lihat ‘Buku kulit kayu Batak’, hal.113-117. MC Ricklefs, P. Voorhoeve & AT Gallop, manuskrip Indonesia di Inggris Raya. Edisi Baru dengan Addenda et Corrigenda . Jakarta: EFEO, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia & Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014 R. Teygeler, ‘ Pustaha; Kajian proses produksi buku Batak’ , Bijdragen tot de Taal-, Land-en Volkenkunde , 1993, ‘Manuscripts of Indonesia’,149 (3): 593-611 Annabel Teh Gallop, Kurator Utama, Asia Tenggara.
Dikutip dari Blog
https://blogs.bl.uk/asian-and-african/2016/11/batak-manuscripts-in-the-british-library.html